Ketidakjelasan Legalitas Program Makan Bergizi Gratis di Ciamis: UMKM dan Paguyuban Jakwir dalam Kebingungan
BuletinNews.id
Ciamis,- Sejumlah pelaku UMKM yang tergabung dalam Paguyuban Jakwir di Kabupaten Ciamis mengeluhkan ketidakjelasan legalitas program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini justru menuai polemik akibat kurangnya transparansi, koordinasi, dan kejelasan administrasi bagi para peserta. Sabtu, (11/01/2025).
Asop, salah satu anggota Paguyuban Jakwir, mengaku telah membayarkan biaya cukup besar untuk berpartisipasi dalam program MBG. Total pungutan yang diminta mencapai Rp11.000.000, terdiri atas Rp5.000.000 untuk kontrak, Rp3.500.000 untuk sertifikasi halal, dan Rp2.500.000 untuk Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS). Namun, hingga kini, ia belum menerima legalitas yang dijanjikan.
“Saya diminta membayar sesuai arahan, tapi sampai sekarang sertifikasi halal dan higienisnya belum saya terima,” ungkap Asop dengan nada kecewa.
Meski menghadapi ketidakpastian, Asop tetap mempersiapkan dapur produksi makanan sebagaimana diminta oleh paguyuban. Ia bahkan merenovasi sebuah rumah menjadi dapur produksi dengan biaya Rp10-14 juta, di luar biaya peralatan dapur. Namun, ia masih ragu apakah bisa benar-benar terlibat dalam program MBG.
“Persiapan sudah dilakukan, kapasitas produksi dapur saya kira bisa mencapai 500-700 porsi. Tapi kalau legalitas belum jelas, saya khawatir rugi besar,” tambahnya.
Awing, Koordinator Paguyuban Jakwir, menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu portal program dari penyelenggara untuk memastikan keikutsertaan UMKM.
“Saat ini kami masih menunggu informasi teknis, termasuk portal program. Kalau UMKM sudah siap, dapur mereka juga sudah dipersiapkan,” katanya.
Ia menambahkan, sebagian anggota paguyuban telah menyelesaikan pembayaran dan mendapatkan sertifikasi halal. Namun, diakuinya, tidak semua UMKM mampu memenuhi kewajiban administrasi tepat waktu.
“Sebagian besar legalitas sudah selesai, tapi ada juga yang belum. Ini wajar karena kemampuan UMKM kita memang beragam,” jelas Awing.
Program Makan Bergizi Gratis awalnya diinisiasi untuk menyediakan makanan sehat bagi masyarakat sekaligus memberdayakan UMKM lokal. Namun, ketidakjelasan legalitas dan minimnya transparansi menjadi hambatan utama. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa program akan gagal mencapai tujuannya.
Para pelaku UMKM, yang menjadi tulang punggung pelaksanaan program, kini merasa dirugikan. Biaya besar yang telah mereka keluarkan belum sebanding dengan manfaat yang diterima. Selain itu, kurangnya kejelasan membuat mereka kesulitan mempersiapkan diri secara optimal.
Situasi ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Pemerintah daerah dan pihak terkait harus segera turun tangan untuk memastikan program berjalan sesuai rencana. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
1. Peningkatan Transparansi: Semua pihak yang terlibat harus memberikan laporan terbuka mengenai alokasi dana dan status legalitas.
2. Penguatan Pengawasan: Perlu ada pengawasan ketat untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau dana.
3. Sosialisasi yang Lebih Baik: UMKM harus diberikan pemahaman yang jelas mengenai prosedur dan manfaat program agar tidak terjebak dalam kebingungan.
Ketidakpastian seperti ini harus segera diselesaikan agar program Makan Bergizi Gratis dapat memberikan manfaat nyata, baik bagi masyarakat maupun UMKM. Keberhasilan program ini tidak hanya ditentukan oleh pelaksanaannya, tetapi juga dari tingkat kepercayaan dan kepuasan para peserta.
(Ape)