Kisruh Sengketa Lahan di Karangsong: Kakek Gugat Cucu Terkait Tanah
Indramayu – Sengketa lahan (tanah) di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, berujung ke meja hijau. Ironisnya, gugatan tersebut turut menyeret cucu sang penggugat sendiri, yakni Zaki Fasa Idan (12), yang masih di bawah umur. Zaki didaftarkan sebagai tergugat ketiga, bersama kakaknya, Heryatno (20), sebagai tergugat kedua, dan ibu mereka Rastiah (37), sebagai tergugat pertama.

Gugatan ini dilayangkan oleh kakek dari pihak almarhum ayah Zaki dan Heryatno. Melalui kuasa hukumnya, H. Saprudin, SH dan Ade Firmansyah Ramadhan, SH dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Darma Bakti, pihak penggugat menjelaskan duduk perkara yang membuat keluarga ini terlibat konflik hukum.
Menurut penuturan H. Saprudin, SH sengketa ini bermula setelah ayah dari Zaki dan Heryatno meninggal dunia. Seiring waktu, muncul kekhawatiran dari pihak sang kakek, bahwa menantunya Rastiah—ibu dari kedua cucu tersebut—akan menikah lagi dan tetap menempati rumah peninggalan almarhum. Kekhawatiran inilah yang menjadi alasan utama permintaan agar Rastiah mengosongkan rumah tersebut.
“Kalau untuk cucunya, Zaki dan Heryatno, tidak ada masalah. Karena tidak ada yang namanya ‘bekas cucu’. Tapi kalau ibunya menikah lagi, dikhawatirkan rumah itu akan ditempati oleh pihak lain,” kata H. Saprudin, SH saat ditemui di kantor LBH Darma Bakti, Selasa (8/7/2025).
Namun dari permintaan tersebut, muncul ketegangan dalam keluarga. Proses mediasi telah dilakukan berulang kali. Pada akhirnya, pihak keluarga sepakat bahwa Heryatno, selaku cucu pertama, bersedia mengosongkan rumah tersebut. Ia bahkan menandatangani surat pernyataan bermaterai pada 18 Maret 2025, disaksikan sejumlah saksi.
Sayangnya, ketika waktu pengosongan tiba, terjadi penolakan dan perlawanan dari pihak Heryatno. Bahkan, pihak keluarga yang berniat mengambil kembali rumah tersebut, yakni Kadi dan Narti (kakek-nenek Heryatno), mendapat perlawanan langsung dari cucunya sendiri.
Kuasa hukum lainnya, Ade Firmansyah Ramadhan, SH menambahkan bahwa sejatinya Kadi dan Narti tidak ingin membawa perkara ini ke jalur hukum, mengingat hubungan darah yang masih sangat dekat. Namun, mereka merasa tidak memiliki pilihan setelah cucunya sendiri menantang untuk menyelesaikan masalah melalui pengadilan.
“Awalnya tidak mau membawa ini ke ranah hukum. Tapi karena ada tantangan dari cucu, katanya kalau mau kosongkan rumah harus lewat surat pengadilan, ya mau tidak mau kami penuhi,” ujar Ade.
Kini, proses hukum pun berjalan. Kasus ini menyita perhatian publik karena menggambarkan kompleksitas konflik keluarga, terutama saat sengketa tanah tidak dikelola dengan komunikasi dan kesepakatan yang baik.
(Kosim)