Mapag Sri, Tradisi Sakral Sambut Panen Raya di Desa Legok Indramayu
Indramayu — Kearifan lokal kembali hidup di Desa Legok, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu, dengan digelarnya tradisi Mapag Sri sebagai bentuk rasa syukur masyarakat atas datangnya musim panen raya. Upacara adat yang sarat makna ini menjadi momentum spiritual dan sosial bagi warga desa, mengingatkan pentingnya kebersamaan dan penghormatan terhadap alam serta Sang Pencipta.
Acara yang dilaksanakan pada Rabu pagi ini dihadiri oleh unsur Muspika Kecamatan Lohbener, Kepala Desa (Kuwu) Legok Ari Jahari, para Kepala Wilayah (Kawil), tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, Karang Taruna, lembaga desa, serta para tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Kuwu Ari Jahari menjelaskan bahwa Mapag Sri merupakan tradisi yang dilaksanakan menjelang musim panen, sebagai wujud rasa syukur atas hasil bumi yang diberikan oleh Allah SWT. Meskipun musim panen terjadi setiap tahun, upacara Mapag Sri tidak selalu bisa dilangsungkan secara rutin.
“Ada berbagai faktor yang menyebabkan upacara ini tidak selalu bisa dilakukan setiap tahun. Salah satunya adalah faktor keamanan dan kondisi hasil panen yang tidak maksimal,” ungkap Ari Jahari. “Alhamdulillah, tahun ini kami dapat melaksanakannya meskipun secara sederhana.” Rabu (12/05/2025)
Rangkaian acara dimulai dengan doa bersama oleh seluruh warga dan tokoh masyarakat untuk memohon keberkahan atas hasil panen yang akan diperoleh. Doa ini menjadi inti dari makna Mapag Sri, yakni menghadirkan kesadaran kolektif akan pentingnya spiritualitas dalam setiap hasil usaha manusia.
Camat Lohbener, H. Mardono yang turut hadir dalam acara tersebut, menambahkan bahwa sebelum pelaksanaan upacara, terlebih dahulu diadakan rempugan atau musyawarah bersama para sesepuh dan tokoh masyarakat. Dalam rempugan tersebut dibahas hari baik serta kebutuhan dana untuk pelaksanaan upacara.
“Setelah kesepakatan dicapai, pamong desa melakukan pengecekan langsung ke sawah untuk memastikan kesiapan panen,” ujarnya. “Alhamdulillah, pagi ini padi di sawah Desa Legok sudah menguning dan siap dipanen secara gotong royong.”
Tradisi Mapag Sri tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga menjadi simbol penghormatan terhadap tradisi nenek moyang yang diwariskan secara turun-temurun. Di tengah arus modernisasi, upacara seperti ini membuktikan bahwa nilai-nilai budaya masih memiliki tempat yang penting dalam kehidupan masyarakat.
(Kosim)