Memilukan: Ibu dan Dua Anak Yatim Digugat Kakek-Nenek Kandung, Terancam Kehilangan Rumah
BuletinNews.id
Indramayu – Kisah menyayat hati datang dari Desa Karangsong, Indramayu. Dua bersaudara yatim, Heryatno (20) dan adiknya Zaki (12), kini tengah menghadapi gugatan hukum dari kakek-nenek kandung mereka sendiri, Kadi dan Narti. Gugatan itu menyasar rumah dan tanah peninggalan sang ayah yang telah wafat, satu-satunya harta tanah yang kini menjadi tempat tinggal mereka.
Ironis, bukannya mendapat perlindungan dari keluarga terdekat, mantan menantu dan kedua anak yatim ini justru harus berjuang mempertahankan hak hidup mereka dari pihak yang seharusnya menjadi tempat bersandar.
Sejak April 2025, perjuangan Ibu-Heryatno dan Zaki tak lagi sendiri. Seorang relawan sosial, Papih WI, dengan penuh kepedulian mengawal kasus ini dari awal. Menyadari kondisi mereka yang masih sangat rentan secara hukum dan ekonomi, Papih menghubungi sejumlah pengacara yang memiliki kepedulian sosial, termasuk Bang Yopi dari Peradi. Mereka pun sepakat memberikan bantuan hukum secara pro bono, tanpa bayaran sepeser pun.
Tak hanya pendampingan hukum, Papih WI bersama Bang Yopi dan Abah Sayidi (adik sepupu) turut memberikan dukungan moril dan materil. Ketiganya bahkan memfasilitasi pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), di Pakuan Purwakarta, guna mencari dukungan dan perhatian dari pihak berwenang, Minggu, (13/7/ 2025)
Mediasi Gagal, Proses Hukum Tak Terhindarkan
Dikatakan Papi WI sebelum bergulir ke pengadilan, upaya mediasi sempat dilakukan antara pihak mantan menantu serta anak dan kakek-nenek. Namun, mediasi tersebut berujung buntu. Bahkan, menurut informasi yang diterima, Diduga dari pihak kakek-nenek sempat mengajukan syarat mediasi dengan permintaan uang sebesar Rp10 juta melalui pihak ketiga.
Lebih mengenaskan lagi, dalam salah satu peristiwa, Heryatno dijemput secara tiba-tiba saat masih tidur dan diminta ikut ke kantor LBH tanpa sempat mandi atau berganti pakaian. Di sana, ia ditekan untuk menandatangani surat perjanjian yang menurutnya memuat sejumlah poin merugikan.
“Saya disuruh tanda tangan, katanya hanya sementara. Tapi setelah saya baca, ada poin-poin yang memberatkan saya. Meski saya keberatan, tetap saja ditekan untuk menandatangani,” ujar Heryatno.
Surat itu kemudian disusul dengan pengisian formulir Kerval (kavling) yang ditentukan oleh pengacara pihak kakek-nenek. Namun, ukuran serta nilai rumah yang tertera di dokumen tersebut dinilai sangat tidak masuk akal.
“Ukuran rumah dan nilai tanahnya jauh di bawah kenyataan. Seolah-olah mereka menghapus nilai warisan orang tua Heryatno dan Zaki,” terang Papi WI.
Dikriminalisasi, Dilaporkan ke Polisi
Tak berhenti sampai di situ, Heryatno bahkan dilaporkan ke kepolisian oleh pihak keluarga, seolah-olah ia telah melakukan tindak pidana dengan menempati rumah dan lahan milik ayahnya sendiri.
“Sungguh menyayat hati. Anak yatim dilaporkan ke Kapolsek tanpa alasan yang jelas. Ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi bentuk nyata kriminalisasi,” tegas Papi WI.
Persidangan Perdana: Harapan Akan Keadilan
Kasus ini dijadwalkan mulai disidangkan pada Selasa, 16 Juli 2025, di Pengadilan Negeri Indramayu. Banyak pihak kini menanti jalannya sidang dengan harapan agar hukum tidak berpaling dari keadilan, terutama bagi anak-anak yatim yang hanya ingin mempertahankan tempat tinggal dan kenangan terakhir dari orang tua mereka.
“Ini bukan sekadar soal rumah atau tanah, tapi soal keadilan dan nurani kita sebagai manusia,” tutup Papi WI
(Kosim)